Minggu, 23 Maret 2014

ayat al-quran tentang demokrasi. (pelajaran QURDIS)


Ayat-ayat Alquran tentang demokrasi

   A.  Ayat Tentang  Musyawarah (Demokrasi)


فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ     فِي الْأَمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ ( أل عمران 159)

                                    “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya(ali imran ayat 159)
1.          Makna mufrodat:  Musyawarah

Istilah “musyawarah” berasal dari kata musyawarah. Ia adalah bentuk masdar dari  kata syâwara – yusyâwiru yakni dengan akar kata syin, waw,dan ra’ dalam pola fa’ala. Struktur akar kata tersebut bermakna pokok “ Menampakkan dan menawarkan sesuatu” dan “mengambil sesuatu “ dari kata terakhir ini berasal ungkapan syâwartu fulânan fi amrî: “
Quraish syihab menyebutkan dalam tafsirnya, akar kata musyawarah terambil dari kata   (شور )  syawara  yang pada mulanya  bermakna “mengeluarkan madu dari sarang lebah”. Makna ini kemudian berkembang, sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil / di keluarkan dari yang lain ( termasuk pendapat).  Orang yang bermusyawarah bagaikan  orang yang minum madu.
Dari makna dasarnya ini diketahui bahwa lingkaran musyawarah yang terdiri dari peserta dan pendapat yang akan disampaikan adalah lingkaran yang bernuansa kebaikan. Peserta musyawarah adalah bagaikan lebah yang bekerja sangat disiplin, solid dalam bekerja sama dan hanya makan dari hal- hal yang baik saja ( disimbolkan dengan kembang), serta tidak melakukan gangguan  apalagi merusak dimanapun ia hinggap dengan catatan ia tidak diganggu. Bahkan sengatannya pun bisa menjadi obat. Sedangkan isi atau pendapat musyawarah itu bagaikan madu yang dihasilkan oleh lebah. Madu bukan hanya manis tapi
juga menjadi obat dan karenanya  menjadi sumber kesehatan dan kekuatan. Itulah hakekat dan semangat sebenarnya dari musyawarah. Karenanya kata tersebut tidak digunakan kecuali untuk hal- hal yang baik- baik saja.
Dalam Al- Qur’an terdapat empat kata  yang berasal dari kata kerja syâwara, yakni asyâra “ memberi isyarat”, tasyâwur ( berembuk saling menukar pendapat), syâwir ”  mintalah pendapat”, dan syara “ dirembukkan”. Dua kata terakhir ini relevan  dengan kehidupan politik atau kepimimpinan.
2.         Asbabun Nuzul
Perintah bermusyawarah pada ayat diatas turun setelah peristiwa menyedihkan pada perang Uhud, ketika itu menjelang pertempuran, Nabi mengumpulkan sahabat- sahabatnya untuk memusyawarahkan bagaimana sikap menghadapi musuh yang sedang dalam perjalanan dari makkah ke madinah. Nabi cenderung untuk bertahan dikota Madinah, dan tidak keluar menghadapi musuh yang datang dari makkah. Sahabat- sahabat beliau terutama kaum muda yang penuh semangat mendesak agar kaum muslim dibawah pimpinan Nabi Saw  atau keluar menghadapi musuh. Pendapat mereka itu mendapat dukungan mayoritas, sehingga Nabi menyetujuinya. Tetapi, peperangan berakhir dengan gugurnya para sahabat yang jumlahnya tidak kurang dari tujuh puluh orang.
Konteks turunnya ayat ini, serta kondisi psikologis yang dialami Nabi dan sahabat beliau amat perlu digaris bawahi untuk melihat bagaimana pandangan Al- Qur’an tentang musyawarah.
Ayat ini seakan – akan berpesan kepada Nabi, bahwa musyawarah harus tetap dipertahankan dan dilanjutkan. Walaupun terbukti  pendapat yang mereka putuskan keliru. Kesalahan mayoritas lebih dapat ditoleransi dan menjadi tanggung jawab bersama, dibandingkan dengan kesalahan seseorang meskipun diakui kejituan pendapatnya sekalipun[1][2].
Sebagaimana sebuah ungkapan:
ما خاب من استشار ولا ندم من استخار, “ takkan kecewa orang yang memohon petunjuk ( kepada Allah) tentang pilihan yang terbaik, dan tidak juga  akan menyesal seseorang yang melakukan musyawarah.”[2][3]
3.        Kandungan Ayat
Ayat yang menjadi pembahasan mengenai musyawarah yaitu QS Ali Imran (3): 159, turun setelah peristiwa perang uhud. Sebelum perang dilakukan, nabi mengajak para sahabatnya untuk musyawarah tentang bagaimana menghadapi musuh. Pada musyawarah tersebut, nabi mengikuti pendapat mayoritas sahabat, meskipun ternyata hasilnya sungguh sangat menyedihkan karena berakhir dengan kekalahan kaum muslimin. Setelah kejadian itulah nabi memutuskan untuk menghapus musyawarah. Namun dengan turunnya ayat ini, Allah berpesan kepada nabi bahwa tradisi musyawarah tetap harus dipertahankan dan dilanjutkan meski terbukti hasil keputusannya ( kadang ) keliru.[3][4]
Dari ayat tersebut, dapat diambil empat sikap ideal ketika dan setelah melakukan musyawarah:
      1.      Sikap lemah lembut. Seseorang yang melakukan musyawarah, apalagi pemimpin harus menghindari tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala.
      2.      Memberi maaf dan membuka lembaran baru. Sikap ini harus dimiliki peserta musyawarah, sebab tidak akan berjalan baik, kalau peserta masih diliputi kekeruhan hati apalagi dendam.
      3.      Memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan yang dalam ayat itu dijelaskan dengan permohonan ampunan kepada- Nya. Itulah  sebabnya  yang harus mengiringi musyawarah adalah permohonan maghfiroh dan ampunan Ilahi, sebagai mana ditegaskan oleh pesan وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
      4.      Setelah selesai semuanya harus diserahkan kepada Allah, yaitu tawakkal
Beberapa sikap tersebut ideal namun sekaligus berat. Fakhrudin Ar-Razi menangkap beberapa sikap positif dalam musyawarah
      1.      Musyawarah merupakan bentuk penghargaan terhadap orang lain dan karenanya menghilangkan anggapan paternalistik bahwa orang lain itu rendah
      2.      Meskipun nabi adalah pribadi sempurna dan cerdas, namun sebagai manusia  ia memiliki kemampuan yang terbatas. Karenanya beliau sendiri menganjurkan dalam sabdanya” tidak ada  satu kaum yang bermusyawarah yang tidak ditunjuki kearah penyelesaian terbaik perkara mereka’’.
      3.      Menghilangkan buruk sangka. Dengan musyawarah prasangka terhadap orang lain menjadi tereliminasi.
      4.      Mengeliminasi beban psikologis kesalahan. Kesalahan mayoritas  dari sebuah hasil musyawarah menjadi tanggung jawab bersama dan lebih bisa ditoleransi  dari pada kesalahan keputusan individu. Hal- hal positif muncul karena musyawarah menghasilkan  masyurah: pendapat, nasihat, dan pertimbangan
                  4.  Munasabah Ayat
QS Ali Imran (3): 159 merupakan satu diantara tiga ayat yang secara langsung menjelaskan tentang musyawarah. Dua ayat lainnya adalah :
 Al baqarah (2:233) وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَلِكَ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (233)
Yang menjelaskan tentang bagaimana seharusnya hubungan suami istri saat mengambil keputusan yang berkaitan dengan rumah tangga dan anak- anak seperti dalam ayat ini tentang menyapih anak. Ayat ini sebagai petunjuk agar persoalan – persoalan rumah tangga dimusyawarahkan bersama antara suami dan istri.
 Ayat yang senada dengan ayat tersebut adalah : وَأْتَمِرُوا بَيْنَكُمْ بِمَعْرُوفٍ وَإِنْ تَعَاسَرْتُمْ فَسَتُرْضِعُ لَهُ أُخْرَى (Attalaq , 65: 6) meskipun dengan menggunakan وَأْتَمِرُوا ( berembuklah) yang kemudian melahirkan kata ‘ muktamar’
Ayat lainnya adalah : Dalam surat As-syura (42:38) وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ yang menjelaskan tentang keadaan kaum muslim madinah yang bersedia membela nabi sebagai hasil kesepakatan dari proses musyawarah. Dalam ayat itu, musyawarah sudah menjadi tradisi masyarakat dalam memutuskan segala perkara mereka.
QS Ali Imran (3: 159) memiliki munasabah yang erat dengan QS. Al- Syuraa(42: 38) yang sama- sama berbicara tentang musyawarah. Sikap dan perangai Nabi tersebut harus dicontoh umatnya, terutama ketika mereka bermusyawarah dalam upaya mengatasi persoalan yang mereka hadapi. Baik persoalan tersebut menyangkut masalah  pemerintah dalam skop luas maupun persoalan rumah tangga dalam skop yang lebih kecil seperti yang ditegaskan dalam QS al Baqarah(2: 233)





B. hadist pokok sesuai tema
            حَدَّثَنَا هَنَّادٌ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ عَنْ أَبِي عُبَيْدَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ وَجِيءَ بِالْأُسَارَى قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا تَقُولُونَ فِي هَؤُلَاءِ الْأُسَارَى فَذَكَرَ قِصَّةً فِي هَذَا الْحَدِيثِ طَوِيلَةً قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عُمَرَ وَأَبِي أَيُّوبَ وَأَنَسٍ وَأَبِي هُرَيْرَةَ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَأَبُو عُبَيْدَةَ لَمْ يَسْمَعْ مِنْ أَبِيهِ وَيُرْوَى عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ مَا رَأَيْتُ أَحَدًا أَكْثَرَ مَشُورَةً لِأَصْحَابِهِ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Telah menceritakan kepada kami Hannad berkata, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah dari Al A'masy dari Amru bin Murrah dari Abu Ubaidah dari Abdullah ia berkata, "Ketika perang badar usai dan para tawanan didatangkan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Apa pendapat kalian mengenai pata tawanan itu…lalu perawi menyebutkan kisah yang panjang dalam hadits ini." Abu Isa berkata, "Dalam bab ini juga ada hadits dari Umar, Abu Ayyub, Anas dan Abu Hurairah. Dan hadits ini derajatnya hasan. Abu Ubaidah belum pernah mendengar dari bapaknya. Telah diriwayatkan pula dari Abu Hurairah, ia berkata, "Aku tidak pernah melihat seseorang yang paling sering bermusyawarah dengan para sahabat selain dari pada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam."  (H.R Tirmidzi)
            Hadist terkait : 1)      Hadits yang diriwayatkan  Ibnu Majah
إإذا استشا أحدكم أخاه فليسر عليه (ابن ماجه)
Apabila salah seorang kamu meminta bermusyawarah dengan saudaranya, maka penuhilah. (HR. Ibnu Majah)
                                          2)      Hadits yang diriwayatkan Ath-Thabrani
تشاوروا الفقهاء والعابدين ولا تجعلونه برأي خاصة (الطبرانى)
Bermusyawarahlah kalian dengan para ahli (fiqih) dan ahli ibadah, dan janganlah hanya mengandalkan pendapat otak saja (HR. Ath-Thabrani)
                                          3)      Hadits yang diriwayatkan Ahmad
قال رسول الله صلّ الله عليه و سلم لِآ بى بكر و عمر: لواجتمعنما فى مشورة مااختلفتكما (ر. أحمد)
Telah bersabda Rasulullah SAW. Kepada Abu Bakar dan Umar: “Apabila kalian berdua sepakat dalam musyawarah, maka aku tidak akan menyalahi kamu berdua (HR. Ath-Thabrani)


                                    4)      Hadits yang diriwayatkan Tirmidzi
ما راءيت أحدا أكثر مشورة لِاصحابه من رسول الله صلّ الله عليه و سلم
Saya tidak pernah melihat seseorang yang paling banyak musyawarah dengan sahabatnya dibanding Rasulullah SAW. (HR. Tirmidzi)

·         Tujuan dan Manfaat Musyawarah
A)      Tujuan Musyawarah
1.      Menghasilkan pendapat-pendapat dan jalan keluar untuk dapat sampai kepada penyelesaian dalam bentuk yang paling utama.
2.      Jaminan penjagaan atas kebaikan-kebaikan umum, dan tidak tersia-sianya hak-hak manusia jika direalisasikan dengan bentuk yang sempurna.
3.      Merealisasikan keadilan di antara manusia.
4.      Kemampuan musyawarah untuk menyerap perselisihan-perselisihan, menjaga dari kegoncangan yang terkadang dihasilkan karena perbedaan pendapat.

B)      Manfaat Musyawarah
(۱)  إنها تبين مقادير العقول والأفهام ، ومقدار الحب والإخلاص للمصالح العامة.
(۲)  إن عقول الناس متفاوتة وأفكارهم مختلفة ، فربما ظهر لبعضهم من صالح الآراء ما لا يظهر لغيره وإن كان عظيما.
(۳)  إن الآراء فيها تقلّب على وجوهها ، ويختار الرأى الصائب من بينها.
(٤)  إنه يظهر فيها اجتماع القلوب على إنجاح المسعى الواحد ، واتفاق القلوب على ذلك مما يعين على حصول المطلوب
(تفسير المراغي : ٤ : ١١٤)

Musyawarah, mengandung banyak sekali manfaatnya. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1)        Melalui musyawarah, dapat diketahui kadar akal, pemahaman, kadar kecintaan, dan keikhlasan terhadap kemaslahatan umum
2)        Sesungguhnya akal manusia itu bertingkat-tingkat, dan jalan nalarnyapun berbeda-beda. Oleh karena itu, di antara mereka pasti mempunyai suatu kelebihan pandangan disbanding yang lain (dan sebaliknya), sekalipun di kalangan para pembesar.
3)        Sesungguhnya pendapat-pendapat dalam musyawarah diuji keakuratannya, . Setelah itu, dipilihlah pendapat yang sesuai (baik dan benar)
4)        Di dalam musyawarah, akan tampak bersatunya hati untuk mensukseskan suatu upaya dan kesepakatan hati. Dalam hal itu, memang, sangat diperlukan untuk suksesnya masalahnya masalah yang sedang dihadapi.

              Kesimpulan :
Musyawarah merupakan sesuatu yang dianjurkan dalam agama. Banyak manfaat dari musyawarah.
Alquran dan Alhadist merupakan dua landasan pokok yang harus dijadikan pedoman hidup. Dengan berpegang teguh pada Alquran dan Alhadist tidak akan tersesat dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana jaminan Rasulullah:
تركت فيكم امرين لن تضلّوا ما ان تمسكتم بهما كتاب الله و سنة نبيه (ر. ملك)
Telah aku tinggalkan bagimu dua perkara, yang tidak akan tersesat kamu selama berpegang teguh kepadanya, kitabullah dan Sunnah Nabinya. (HR.Malik)


                   Analisis beserta Saran :
            Istilah “musyawarah” berasal dari kata musyawarah. Ia adalah bentuk masdar dari  kata syâwara – yusyâwiru yakni dengan akar kata syin, waw,dan ra’ dalam pola fa’ala. Struktur akar kata tersebut bermakna pokok “ Menampakkan dan menawarkan sesuatu” dan “mengambil sesuatu “ dari kata terakhir ini berasal ungkapan syâwartu fulânan fi amrî:
                Secara bahasa syûrâ bisa berarti mengambil, melatih, menyodorkan diri, dan meminta pendapat atau nasihat; atau secara umum, asy-syûrâ artinya meminta sesuatu. 
Kata ( شور )  Syûrâ terambil dari kata ( شاورة- مشاورة- إستشاورة) menjadi ( شورى )  Syûrâ. Kata Syûrâ bermakna mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan menghadapkan satu pendapat dengan pendapat yang lain. Dalam Lisanul ‘Arab berarti memetik dari serbuknya dan wadahnya. Kata ini terambil dari kalimat (شرت العسل) saya mengeluarkan madu dari wadahnya. Berarti mempersamakan pendapat yang terbaik dengan madu, dan bermusyawarah adalah upaya meraih madu itu dimanapun ia ditemukan, atau dengan kata lain, pendapat siapapun yang dinilai benar tanpa mempertimbangkan siapa yang menyampaikannya. Musyawarah dapat berarti mengatakan atau mengajukan sesuatu. Kata musyawarah pada dasarnya hanya digunakan untuk hal-hal yang baik, sejalan dengan makna dasarnya. Sedangkan menurut istilah fiqh adalah meminta pendapat orang lain atau umat mengenai suatu urusan. Kata musyawarah juga umum diartikan dengan perundingan atau tukar pikiran. Perundingan itu juga disebut musyawarah, karena masing-masing orang yang berunding dimintai atau diharapkan mengemukakan pendapatnya tentang suatu masalah yang dibicarakan dalam perundingan itu.
Sedangkan menurut istilah sebagaimana dikemukaan oleh Ar-Raghib Al-Ashfahani:
والمشاورة: والمشورة استخراج الرأى بمراجعة البعض إلى البعض
(الراغب : ۲۷۰)
Dari pengertian itu dapat disimpulkan, syura artinya memusyawarahkan perbedaan-perbedaan pendapat atas sesuatu untuk melahirkan kebaikan dan kebenaran yang ada di dalamnya.
Sedangkan dalam KBBI musyawarah berarti pembahasan bersama dengan maksud mencapai keputusan atas penyelesaian masalah (KBBI:768).

                    Saran :
Kita sebagai umat Islam seharusnya berpegang teguh terhadap Alquran dan As-Sunnah. Termasuk didalamnya mengambil keputusan dengan cara musyawarah. Sesuatu yang datangnya dari agama tidak perlu diragukan lagi, didalamnya pasti akan membawa banyak manfaat.






2 komentar: